Advokat Senior Ini Paparkan Tantangan ‘The Future Lawyer’ di Era Digital

Pengacara/ lawyer

Partner Kantor Hukum AHP, Eri Hertiawan saat menyampaikan orasinya dalam Dies Natalis ke-63 Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan secara virtual, Rabu (15/9/2021). Foto: RFQ

Situasi pandemi Covid-19 mengharuskan perubahan pola interaksi sosial dari tatap fisik/muka menjadi tatap maya. Kondisi ini juga berdampak pada perdagangan yang berimplikasi pada tingginya transaksi secara online (e-commerce) baik secara domestik maupun melewati batas teritorial wilayah Indonesia. Hal ini tak hanya membutuhkan perangkat hukum dan mekanisme penyelesaian sengketanya, tapi juga membutuhkan kesiapan pemberi layanan jasa hukum atau advokat.

“Ini membutuhkan kesiapan para advokat Indonesia sebagai the future lawyer,” ujar Partner Kantor Hukum Assegaf Hamzah dan Partner (AHP), Eri Hertiawan saat menyampaikan orasinya berjudul “Tanggung Jawab Advokat dalam Mewujudkan Access to Justice Melalui Online Dispute Resolution” dalam Dies Natalis ke-63 Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, secara virtual, Rabu (15/9/2021).

Eri menerangkan akses untuk mendapatkan keadilan menjadi hak dasar setiap warga negara yang bersifat universal dan dijamin UUD Tahun 1945. Misalnya, hak persamaan di depan hukum (equality before the law) dan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Perolehan mendapat akses keadilan ini dapat melalui proses persidangan maupun di luar pengadilan.

Selain itu, akses mendapat keadilan, seperti mendapatkan informasi hukum, kemudahan mendapatkan bantuan hukum, mendapatkan pemulihan atas ketidakadilan (rehabilitasi), hingga peradilan yang adil. Termasuk menjamin akses bagi setiap warga negara agar dapat memiliki kemampuan untuk mengetahui, memahami, menyadari dan menggunakan hak-hak dasar tersebut melalui lembaga-lembaga formal maupun informal secara tatap muka maupun secara virtual.

Sebagai penegak hukum, advokat juga memiliki peran dan tanggung jawab profesi memastikan setiap orang, khususnya kliennya untuk mendapat keadilan dalam proses penyelesaian perkara hukum. Apalagi, menghadapi kondisi pandemi Covid-19 memaksa semua pihak mencari cara efektif dan efisien untuk menyelesaikan sengketa antar para pihak dengan tetap patuh pada aturan dan asas hukum yang berlaku.

Misalnya, persidangan secara online menjadi solusi di tengah keterbatasan para pihak untuk berinteraksi secara langsung. Pemeriksaan sengketa melalui online ini atau dikenal dengan online dispute resolusion (ODR) menjadi kebutuhan mendesak saat ini. Mekanisme melalui ODR, virtual hearing menjadi hal yang esensial. “Praktik penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional, virtual hearing telah dilakukan sebelum adanya pandemi Covid-19,” kata Advokat yang juga tercatat sebagai Anggota Singapore International Arbitration Centre (SIAC) ini.

Seperti yang dilakukan lembaga arbitrase internasional, SIAC telah melakukan proses persidangan melalui virtual hearing sebanyak lebih dari 90 persen dari semua perkara yang masuk dan terdaftar di SIAC. Data SIAC periode 2020 menyebutbkan perkara yang didaftarkan untuk diperiksa dan diputus oleh SIAC telah mencapai 1.000-an kasus lebih. “Jadi dapat dibayangkan penanganan kasus yang mencapai ribuan perkara akan sangat dipermudah jika penggunaan teknologi benar-benar dimanfaatkan (seoptimal mungkin, red),” kata dia.

Para advokat di masa mendatang, yang disebut sebagai the Future Lawyer tentunya juga harus lebih memahami teknologi informasi, internet connection, dan cyber security. Tapi seorang advokat tetap selalu menjunjung tinggi aturan hukum dan etika baik di era industri 4.0 maupun di masa yang akan datang.

Oleh:

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Proses persidangan secara online ini diharapkan tak lagi ada advokat yang mengadakan “ex parte meeting” dengan hakim atau arbiter. Sekalipun diperlukan pertemuan, harus melalui court room atau hearing room yang dilakukan secara virtual. Dengan begitu, terdapat transparansi dan akuntabilitas profesi yang dapat dipertanggungjawabkan. Komunikasi antara advokat dan hakim bakal tercatat secara digital dalam minuta yang setiap saat dapat diakses kembali.

“Disinilah tantangan bagi advokat pada saat ini dan di masa mendatang untuk dapat selalu relevan dengan segala perubahan. Para advokat di masa mendatang, yang saya sebut sebagai the Future Lawyer tentunya juga harus lebih memahami teknologi informasi, internet connection, dan cyber security,paparnya.

Para advokat di masa mendatang, yang disebut sebagai the Future Lawyer tentunya juga harus lebih memahami teknologi informasi, internet connection, dan cyber security. Tapi seorang advokat tetap selalu menjunjung tinggi aturan hukum dan etika baik di era industri 4.0 maupun di masa yang akan datang.

Oleh:

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Proses persidangan secara online ini diharapkan tak lagi ada advokat yang mengadakan “ex parte meeting” dengan hakim atau arbiter. Sekalipun diperlukan pertemuan, harus melalui court room atau hearing room yang dilakukan secara virtual. Dengan begitu, terdapat transparansi dan akuntabilitas profesi yang dapat dipertanggungjawabkan. Komunikasi antara advokat dan hakim bakal tercatat secara digital dalam minuta yang setiap saat dapat diakses kembali.

“Disinilah tantangan bagi advokat pada saat ini dan di masa mendatang untuk dapat selalu relevan dengan segala perubahan. Para advokat di masa mendatang, yang saya sebut sebagai the Future Lawyer tentunya juga harus lebih memahami teknologi informasi, internet connection, dan cyber security,paparnya.

Para advokat di masa mendatang, yang disebut sebagai the Future Lawyer tentunya juga harus lebih memahami teknologi informasi, internet connection, dan cyber security. Tapi seorang advokat tetap selalu menjunjung tinggi aturan hukum dan etika baik di era industri 4.0 maupun di masa yang akan datang.

Oleh:

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

“Saya mengusulkan agar MA menerbitkan kebijakan, pedoman, atau peraturan bagi penyelenggaraan mediasi secara elektronik. Tentunya, kesepakatan para pihak juga harus diutamakan dan bakal menjadi dasar penyelenggaraan mediasi secara elektronik ini,” harapnya.

Eri juga mengusulkan agar dibuat peraturan untuk advokat agar bertindak sesuai koridor hukum yang memenuhi asas due process of law dalam upaya memperoleh access to justice melalui mekanisme ODR. Ternasuk mengatur bagaimana hakim di pengadilan atau majelis arbitrase dalam persidangan arbitrase melalui mekanisme ODR ini. Organisasi advokat juga perlu berperan untuk menjaga agar the future lawyer dapat menjalankan kewajiban profesinya dengan baik di era industri yang serba digital ini.

“Nantinya aturan baru ini menjadi rambu-rambu bagi the future lawyer yang melakukan tindakan hukum bagi kepentingan kliennya dengan bantuan teknologi informasi.”

Dia menambahkan seorang the future lawyer tak dapat memungkiri perubahan di era industri digital, sehingga harus meninggalkan area nyaman. Seorang the future lawyer juga harus memperkuat pengetahuan dan pemahaman mengenai teknologi informasi dan digital communication. “Tapi seorang advokat tetap selalu menjunjung tinggi hukum dan etika baik di era industri 4.0 maupun di masa yang akan datang,” katanya.

Rektor Unpar, Mangadar Situmorang menyampaikan terima kasih kepada Eri Hertiawan yang memberi orasi berjudul “Tanggung jawab Advokat dalam Mewujudkan Acces to Justice Melalui Online Dispute Resolution” menjadi topik yang sangat relevan dalam situasi pandemi Covid-19 dan sangat relevan dengan kemajuan teknologi dan informasi dengan revolusi industri 4.0 serta perkembangan masyarakat.

“Adaptasi adopsi digital menjadi kemajuan masyarakat kita ke depannya. Karena itu, mekanisme penyelesaian perselisihan secara digital, online, nampaknya menjadi sebuah kebutuhan. Sekali lagi kepada Eri kami sampaikan terima kasih.”

Tags :

Pengacara/ lawyer

Share :