Intisari Perbedaan Hukum Pidana dan Perdata

Artikel Hukum

Perbedaan Perkara Perdata dengan Perkara Pidana.

Perkara dapat diartikan sebagai masalah atau persoalan yang memerlukan penyelesaian. Secara teori, perkara dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

Pertama, Perkara yang mengandung sengketa/perselisihan dimana terdapat kepentingan atau hak yang dituntut oleh pihak yang satu terhadap pihak lain.

Kedua, Perkara yang tidak mengandung sengketanya/perselisihan di dalamnya.

Perkara yang Mengandung Sengketa. Tugas hakim dalam hal ini adalah menyelesaikan sengketa dengan adil, dimana hakim terbatas mengadili pada apa yang dikemukakan dan apa yang diminta para pihak untuk menghasilkan putusan hakim.

Tugas hakim tersebut termasuk “jurisdiction contentiosa” yaitu kewenangan mengadili dalam arti sebenarnya untuk memberikan suatu putusan hakim.

Dalam sengketa selalu terdapat lebih dari satu pihak yang saling berhadapan, yaitu “Penggugat” dan “Tergugat”. “Penggugat” adalah pihak yang dapat mengajukan gugatan yang memiliki kepentingan yang cukup, sedangkan “Tergugat” adalah orang yang digugat oleh “Penggugat”.

Perkara yang Tidak Mengandung Sengketa

Tugas hakim termasuk “jurisdictio volunteria” yaitu memeriksa perkara yang tidak bersifat mengadili, tetapi bersifat administratif untuk mengatur dan menetapkan suatu hal dan menghasilkan penetapan hakim.

Dalam perkara yang tidak mengandung sengketa, hanya terdapat satu pihak saja yaitu “Pemohon”, orang yang meminta kepada hakim untuk menetapkan sesuatu kepentingan yang tidak mengandung sengketa.

Perbedaan Hukum Perdata dengan Pidana

Hukum Pidana

Menurut  C.S.T. Kansil dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (hal. 257), Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.

Hukum Perdata

Menurut Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 9) mengatakan bahwa hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.

Perbedaan Perkara Perdata dengan Pidana

Menurut Abdulkadir Muhammad (1990: 26-28), perbedaan perkara perdata dengan perkara pidana dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu:

Pertama, Dasar Timbulnya Perkara

Perkara perdata timbul karena terjadi pelanggaran terhadap hak seseorang seperti diatur dalam hukum perdata. Sedangkan Perkara pidana timbul karena terjadi pelanggaran terhadap perbuatan pidana yang telah ditetapkan dalam hukum pidana.

Perbuatan pidana tersebut bersifat merugikan negara, mengganggu ketertiban umum, dan mengganggu kewibawaan pemerintah.

Kedua, Inisiatif Berperkara

Dalam perkara perdata, inisiatif berperkara berasal dari pihak yang merasa dirugikan. Sedangkan dalam perkara pidana, inisiatif berperkara berasal dari pihak penguasa negara melalui aparaturnya yaitu Polisi dan Jaksa Penuntut Umum.

Ketiga, Istilah yang Digunakan

Dalam perkara perdata, pihak yang mengajukan perkara ke muka hakim disebut “Penggugat”, sedangkan pihak lawannya adalah “Tergugat”. Dalam perkara pidana, pihak yang mengajukan perkara ke muka hakim disebut Jaksa Penuntut Umum.

Pihak yang disangka melakukan kejahatan/perbuatan pidana disebut “Tersangka”, dan apabila pemeriksaannya diteruskan ke Pengadilan, maka pihak yang disangka melakukan kejahatan disebut “Terdakwa”.

Keempat, Tugas Hakim Dalam Acara

Dalam perkara perdata, tugas hakim adalah mencari kebenaran sesungguhnya dan sebatas dari apa yang dikemukakan dan dituntut oleh pihak-pihak.

Sedangkan dalam perkara pidana, tugas hakim yaitu mencari kebenaran sesungguhnya, tidak terbatas pada apa yang dilakukan oleh terdakwa, hakim mengejar kebenaran materiil.

Kelima, Tentang Perdamaian

Dalam perkara perdata, selama belum diputus oleh hakim, selalu dapat ditawarkan perdamaian untuk mengakhiri perkara, sedangkan dalam perkara pidana tidak boleh dilakukan perdamaian.

Keenam, Tentang Sumpah

Dalam perkara perdara, mengenal sumpah decissoire yaitu sumpah yang dimintakan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain atau lawannya tentang kebenaran suatu peristiwa sedangkan dalam perkara pidana tidak mengenal sumpah tersebut.

Ketujuh, Tentang Hukuman

Dalam perkara perdata, hukuman yang diberikan oleh hakim kepada pihak yang kalah berupa kewajiban untuk memenuhi suatu prestasi. Disisi lain, dalam perkara pidana, hukuman yang diberikan kepada terdakwa berupa hukuman badan.

Sebelum menjabarkan lebih lanjut perbedaan hukum pidana dan perdata, mari simak definisi dari apa itu hukum pidana dan perdata terlebih dahulu.

Apa itu Hukum Pidana?

Ada berbagai definisi hukum pidana yang dikemukakan para ahli. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut;

W.L.G. Lemaire, yang dikutip oleh P.A.F. Lamintangdalam Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (hal. 2), menerangkan bahwa hukum pidana terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus.

Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana adalah suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di mana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.

Kemudian, Moeljatno, yang dikutip oleh Eddy O.S. Hiariej dalam Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, mendefinisikan hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan.

Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi pidana dan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.

Selanjutnya, C.S.T. Kansil dalam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (hal. 257) mendefinisikan hukum pidana sebagai hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.

Dari beberapa definisi yang disebutkan, dapat disimpulkan bahwa pada intinya, hukum pidana merupakan ketentuan yang mengatur tindakan apa yang tidak boleh dilakukan.

Kemudian, saat tindakan yang tidak diperbolehkan tersebut dilakukan, terdapat sanksi bagi pelakunya. Hukum pidana juga ditujukan untuk kepentingan umum.

Apa itu Hukum Perdata?

Perbedaan hukum pidana dan hukum perdata secara singkat dapat tergambar dari ruang lingkup yang tergambar dalam definisinya. Seperti halnya definisi hukum pidana, definisi hukum perdata menurut para ahli pun beragam.

Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut;

Subekti dalam Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 9) menyatakan bahwa hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.

Kemudian, terkait pembagian hukum perdata, lebih lanjut Subekti menyatakan bahwa (hal. 16–17) hukum perdata dibagi dalam empat bagian, yakni sebagai berikut;

  1. Hukum tentang diri seseorang: memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
  2. Hukum keluarga: mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan isteri, hubungan antara orang tua dan anak, serta perwalian dan curatele.
  3. Hukum kekayaan: mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang, yang dimaksudkan ialah jumlah segala hak dan kewajiban orang itu, dinilai dengan uang.
  4. Hukum waris: mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal. Juga dapat dikatakan, hukum waris itu mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

Sementara itu, C.S.T. Kansil dalam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia mendefinisikan hukum perdata sebagai rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan antar orang yang satu dengan yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Dari definisi yang telah diterangkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada intinya, hukum perdata mengatur tentang kepentingan perseorangan dan hubungan hukumnya dengan orang lain.

Perbedaan Hukum Pidana dan Perdata

Untuk memudahkan dalam memahami perbedaan hukum perdata dan pidana, mari simak intisari perbedaan hukum pidana dan perdata dalam simpulan berikut.

Pada dasarnya, hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, misalnya yang diatur dalam KUHP.

Hukum pidana memiliki implikasi secara langsung pada masyarakat secara luas (umum). Dengan kata lain, apabila suatu tindak pidana dilakukan, akan berdampak buruk terhadap keamanan, ketenteraman, kesejahteraan, dan ketertiban umum di masyarakat.

Kemudian, hukum pidana sendiri bersifat sebagai ultimum remedium (upaya terakhir) untuk menyelesaikan suatu perkara. Karenanya, terdapat sanksi yang memaksa yang apabila peraturannya dilanggar, yang berdampak dijatuhinya pidana pada si pelaku.

Arti Ultimum Remedium sebagai Sanksi Pamungkas

Asas Ultimum Remedium

Sepanjang penelusuran kami, sebenarnya ultimum remedium adalah istilah hukum yang biasa dipakai dan diartikan sebagai penerapan sanksi pidana yang merupakan sanksi pamungkas (terakhir) dalam penegakan hukum. Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Penemuan Hukum Sebuah Pengantar (hal. 128) mengartikan ultimum remedium adalah sebagai alat terakhir.

Selain itu, ada pendapat yang mengatakan bahwa ultimum remedium tidak hanya suatu istilah, tetapi juga merupakan suatu asas hukum. Mengenai asas hukum, Sudikno menyebutkan asas hukum sifatnya abstrak (hal. 7). Karena sifatnya itu, asas hukum pada umumnya tidak dituangkan dalam bentuk peraturan atau pasal yang konkret, antara lain seperti:

  1. Point d’interet point d’action adalah barangsiapa yang mempunyai kepentingan hukum dapat mengajukan gugatan ke pengadilan;
  2. Restitutio in integrum adalah pengembalian kepada keadaan semula;
  3. In Dubio Pro Reo adalah dalam hal ada keragu-raguan hakim apakah terdakwa salah atau tidak, maka hakim wajib memberikan putusan yang menguntungkan terdakwa;
  4. Res judicata pro veritate habetur adalah apa yang diputus hakim harus dianggap benar;
  5. Presumptio Iures de Iure adalah setiap orang dianggap tahu akan hukum atau undang-undang;
  6. Perlindungan terhadap pihak ketiga yang beriktikad baik.

Dengan demikian, ultimum remedium adalah salah satu asas dalam hukum pidana Indonesia yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir penegakan hukum.

Asas ultimum remedium bermakna apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui jalur lain (kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata, atau hukum administrasi) hendaklah jalur lain tersebut terlebih dahulu dilakukan.

Berbeda dengan hukum pidana, hukum perdata sendiri bersifat privat, yang menitikberatkan dalam mengatur mengenai hubungan antara orang perorangan, dengan kata lain menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa akibat dari ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata yang terdapat dalam KUH Perdata hanya berdampak langsung bagi para pihak yang terlibat, dan tidak berakibat secara langsung pada kepentingan umum.

Demikian ulasan mengenai Intisari Perbedaan Hukum Pidana dan Perdata dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para sobat pembaca sekalian.

Tags :

Artikel Hukum

Share :