Anak-anak Papua berangkat sekolah. (Foto: GTP UGM)
Anak-anak di Papua membutuhkan perhatian lebih besar untuk bisa terlepas dari masalah kekerasan, rendahnya kepemilikan akta kelahiran, perkawinan anak dan rendahnya mutu pendidikan dasar.

Penelitian itu dilakukan di empat kabupaten di Papua, yaitu kabupaten Jayapura, Jayawijaya, Biak Numfor dan Asmat dengan metode mempelajari kebijakan, mempelajari data melalui diskusi terfokus bersama anak, dan wawancara denganpara pemangku kepentingan. Penelitian itu dilakukan sejak akhir tahun 2020 hingga Mei 2021.
Dari sisi regulasi, diketahui bahwa dari 4 kabupaten yang diteliti, hanya Kabupaten Jayapura yang sudah memiliki Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2019 tentang Perlindungan Anak. Di tingkat provinsi, meskipun sudah memiliki Perda Nomor 8 tahun 2013 tentang Perlindungan Korban Kekerasan Rumah Tangga, Provinsi Papua belum mengatur secara khusus pemenuhan hak anak.
5 Tahun Menjadi DPO, Akhirnya Penyerang Tito Karnavian Ditangkap!
Minimnya kebijakan khusus untuk pemenuhan hak anak atau perlindungan anak ini berdampak pada masih banyaknya anak-anak yang mengalami kekerasan fisik dan verbal, terjerumus dalam pergaulan bebas dan pernikahan anak, tidak memiliki akte kelahiran, dan tidak bersekolah atau putus sekolah.
Anak Papua Kesulitan Belajar di Masa Pandemi
Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V Kantor Staf Presiden RI mengakui masih banyak pekerjaan rumah untuk perlindungan anak di Papua yang juga dihadapkan pada masalah kemiskinan. Berdasarkan data BPS September 2020, tingkat kemiskinan di Papua mencapai 26,8 persen atau tertinggi di Indonesia.
“Selain itu konflik juga berdampak pada anak-anak di bidang pendidikan. Sebagai contoh konflik di kabupaten Nduga pada 2019 telah menyebabkan empat ribu siswa tidak bersekolah selama dua tahun delapan bulan” kata Jaleswari.
Dia menambahkan di tengah situasi pandemi COVID-19 banyak anak Papua yang mengalami kesulitan mengakses pembelajaran karena minimnya layanan komunikasi hingga keterbatasan buku ajar. “Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tak bisa dilakukan di 64 persen wilayah Papua karena tidak ada internet,” papar Jaleswari.
Anak-anak di Papua membaca di mobil pustaka “Sahabat Anak”. (Foto WVI)
Dijelaskannya pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 dan Keputusan Presiden 20 Tahun 2020 sebagai ujung tombak kerja pemerintah pusat dalam membangun Tanah Papua. Kebijakan ini juga mengamanatkan pemenuhan hak-hak anak, salah satunya yaitu cita-cita mewujudkan “Papua Layak Anak”
Hasil kajian itu menyampaikan delapan rekomendasi , termasuk mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan khusus terkait dengan pemenuhan dan perlindungan anak sesuai dengan konteks masing-masing kabupaten, dan mendorong penyusunan program pemenuhan hak dan perlindungan anak yang berkesinambungan. (voa)
